Perang Upah Minimum: KSPI Tolak Kenaikan UMP DKI Jakarta yang Dianggap Tidak Cukup
Nah, siapa sangka Jakarta—ibu kota yang dinilai jauh lebih maju—bisa jadi jadi tempat pertarungan untuk memperjuangkan kesejahteraan para buruh? Di tengah tahun 2025, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh memperketat langkah mereka dengan menolak kenaikan upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta yang diumumkan oleh Gubernur Pramono Anung. Dengan UMP 2026 hanya naik 6,17 persen menjadi Rp 5,729,876, mereka merasa kebutuhan dasar buruh masih belum terpenuhi.
“Upah minimum Jakarta justru tertinggal dari Bekasi dan Karawang, sementara biaya hidup di sini jauh lebih mahal,”
ujar Said Iqbal, Presiden KSPI sekaligus Partai Buruh, sambil menyoroti ketimpangan yang semakin terasa.
UMP Jakarta Tertinggal dari Bekasi dan Karawang
KSPI menilai keputusan UMP Jakarta yang ditetapkan dengan indeks 0,75 kurang tepat, karena tidak sejalan dengan peningkatan kebutuhan hidup di kota metropolitan ini. Mereka menuntut Gubernur DKI Jakarta menetapkan upah minimum sebesar 100 persen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang dianggap lebih realistis. Menurut Kementerian Ketenagakerjaan, nilai KHL adalah Rp 5,89 juta per bulan, sedangkan UMP Jakarta hanya mencapai Rp 5,73 juta.
“Selisih Rp 160 ribu itu bisa menjadi perbedaan antara makan atau tidak, transportasi atau tidak, bahkan untuk kebutuhan dasar seperti listrik dan air,”
tegas Said Iqbal. Perbedaan ini terasa nyata ketika dibandingkan dengan UMK di Bekasi dan Karawang yang mencapai sekitar Rp 5,95 juta.
“Apakah masuk akal upah minimum Jakarta lebih rendah dari Bekasi dan Karawang, sementara biaya hidup Jakarta jauh lebih mahal?”
Kutipan Said Iqbal itu menjadi isu hangat dalam lingkaran pekerja. Memang, Jakarta adalah pusat ekonomi dan biaya hidupnya memang lebih tinggi, tetapi kenaikan UMP yang hanya 6,17 persen dinilai tidak sebanding dengan inflasi dan tekanan kehidupan sehari-hari.
“Kita justru harus memikirkan, apakah seorang buruh Jakarta benar-benar bisa memenuhi kebutuhan keluarga dengan upah yang hanya sedikit naik?”
tambah Said. Ini bukan sekadar angka, tetapi realitas yang membuat ratusan ribu pekerja merasa terpinggirkan.
Insentif Tidak Mencukupi untuk Jutaan Buruh
Said Iqbal juga menyoroti pernyataan Gubernur Pramono Anung yang menyebut adanya tiga insentif—transportasi, air bersih, dan BPJS—sebagai bagian dari upah minimum.
“Insentif itu tidak bisa menjadi pengganti upah langsung,”
jelas Said, sambil menekankan bahwa insentif tersebut hanya tersedia dalam jumlah terbatas dan bergantung pada anggaran daerah. Dalam konteks Jakarta yang memiliki lebih dari satu juta buruh, insentif ini dinilai tidak mampu mengatasi krisis daya beli yang semakin menggila.
“Pengusaha bisa mengelola insentif, tapi buruh justru tidak bisa memastikan bahwa mereka akan menerima semua bantuan tersebut,”
tambahnya.
“Buruh di Jakarta lebih dari satu juta orang. Tidak mungkin semua menerima insentif itu. Jadi itu bukan solusi.”
Kutipan ini menggambarkan kekecewaan KSPI terhadap kebijakan yang dianggap tidak inklusif. Mereka berargumen bahwa insentif hanya bisa menjadi
“pengisi”
sementara, sementara upah minimum harus menjadi jaminan utama untuk memastikan kesejahteraan buruh.
“Kita tidak bisa meminta buruh bekerja tanpa kepastian bahwa upah mereka bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari,”
tambah Said. Ini menjadi poin penting dalam perdebatan antara pemerintah dan serikat pekerja.
KSPI Siap Beraksi untuk Kenaikan Lebih Besar
Langkah hukum dan aksi langsung tampaknya sudah menjadi pilihan terakhir KSPI. Mereka akan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan rencananya menggelar aksi di Istana Negara serta Balai Kota DKI Jakarta pada akhir Desember atau awal Januari 2026.
“Upah murah hanya akan memperdalam krisis daya beli dan mengganggu stabilitas sosial,”
tegas Said, sambil menegaskan bahwa buruh tidak akan diam.
“Kita harus mendapatkan keadilan, apalagi di Jakarta biaya hidup bisa mencapai Rp 15 juta per bulan untuk satu keluarga kecil, sedangkan upah mereka baru Rp 5,89 juta,”
tambahnya.
“Bahkan sepertiga dari kebutuhan hid