Upah Minimum Jakarta 2026: Tantangan bagi Buruh dan Harapan untuk Kebutuhan Hidup Layak
Menjelang tahun 2026, kenaikan upah minimum di Jakarta menciptakan pertanyaan besar: Apakah benar-benar cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup para buruh? Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), bersama Partai Buruh, mengambil posisi tegas dengan menolak rencana kenaikan UMP (Upah Minimum Provinsi) DKI Jakarta yang diumumkan oleh Gubernur Pramono Anung. Dalam sebuah wawancara dengan wartawan pada Jumat (26/12/2025), Said Iqbal, Presiden KSPI sekaligus Presiden Partai Buruh, mengungkapkan kekecewaannya.
“Kami menolak. Saya ulangi, KSPI dan Partai Buruh menolak kenaikan upah minimum DKI Jakarta Tahun 2026 yang ditetapkan dengan indeks 0,75,”
katanya, dengan nada penekanan yang jelas.
Perbandingan yang Menyakitkan: Jakarta vs Bekasi dan Karawang
Perbedaan antara UMP Jakarta dengan upah minimum kabupaten lain di Jawa Barat menjadi sorotan. Said Iqbal menyebut bahwa UMP Jakarta yang hanya naik menjadi Rp 5,73 juta justru lebih rendah dari UMK Bekasi dan Karawang, yang mencapai sekitar Rp 5,95 juta.
“Apakah masuk akal upah minimum Jakarta lebih rendah dari Bekasi dan Karawang, sementara biaya hidup Jakarta jauh lebih mahal?”
tanyanya, dengan nada ironi yang menggambarkan ketimpangan yang tak seimbang. Angka ini seolah mengingatkan kita bahwa kota metropolitan yang menjadi pusat ekonomi nasional justru menawarkan upah yang tidak sebanding dengan kebutuhan hidup masyarakatnya.
“Selisih Rp 160 ribu itu sangat berarti bagi buruh. Itu bisa untuk makan, transportasi, atau kebutuhan dasar lainnya,”
Dalam wawancara itu, Said Iqbal menyoroti bahwa selisih tersebut tidak sepele. Bagi buruh yang bekerja di Jakarta, Rp 160 ribu bisa menjadi perbedaan antara kebutuhan dasar terpenuhi dan tidak.
“Jadi, jika kita hanya menaikkan UMP sebesar 0,75 persen, kita justru mengurangi daya beli mereka, bukan meningkatkan,”
tambahnya. Angka ini jadi pukulan bagi para pekerja yang berharap bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. KSPI menilai, kenaikan yang terlalu kecil hanya memperdalam krisis ekonomi, terutama di tengah tekanan inflasi yang terus meningkat.
Kebutuhan Hidup Layak: Apakah Benar-Benar Tercapai?
Mengapa KSPI menekankan 100 persen Kebutuhan Hidup Layak (KHL)? Menurut Said Iqbal, KHL versi Kementerian Ketenagakerjaan adalah Rp 5,89 juta per bulan. Dengan UMP Jakarta yang hanya Rp 5,73 juta, justru ada kesenjangan sekitar Rp 160 ribu.
“Jadi, angka ini jauh dari memenuhi standar hidup layak,”
katanya, dengan logika yang jelas. Bahkan, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan biaya hidup keluarga kecil di Jakarta bisa mencapai Rp 15 juta per bulan.
“Tapi, dengan UMP 100 persen KHL saja, buruh hanya bisa menutupi separuh dari itu,”
tambah Said, menyoroti bahwa upah minimum yang diberikan belum memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
“Buruh di Jakarta lebih dari satu juta orang. Tidak mungkin semua menerima insentif itu. Jadi itu bukan solusi,”
Said Iqbal juga kritis terhadap insentif yang disebutkan Gubernur Jakarta, yaitu bantuan transportasi, air bersih, dan BPJS. Meski dianggap sebagai tambahan untuk buruh, dia menilai insentif ini bukan bagian dari upah pokok dan memiliki kuota terbatas.
“Ini seperti menyediakan semangkuk bubur untuk satu orang di tengah kebutuhan ratusan ribu orang,”
kata Said, yang menegaskan bahwa kebijakan ini justru membuat pekerja merasa tidak adil. Dengan data BPS dan tuntutan KSPI, upah minimum Jakarta 2026 jadi terlihat seperti
“pemenuhan formalitas”
tanpa solusi nyata bagi pekerja.
Jalan Terbuka: KSPI Berencana Serang Melalui Hukum dan Aksi Massa
Menurut Said Iqbal, KSPI tidak akan diam. Mereka akan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebagai langkah strategis untuk menegakkan hak pekerja.
“Upah murah hanya akan memperdalam krisis daya beli dan mengganggu stabilitas sosial,”
tegas Said, dengan penekanan bahwa tuntutan ini bukan sekadar keluhan, tapi perjuangan yang harus diikuti. Selain itu, KSPI juga merencanakan aksi di Istana Negara dan Balai Kota Jakarta, yang akan berlangsung akhir Desember atau awal Januari 2026.
“Ini bukan sekadar protes, tapi tanda bahwa buruh tidak akan menyerah,”
katanya, menggambarkan semangat perlawanan yang terus berkobar.
Kenaikan UMP Jakarta 2026 menjadi Rp 5,73 juta memicu perdebatan yang luas. Di satu sisi, pemerintah berharap ini bisa memenuhi aspek ekonomi dengan angka yang terukur, sementara di sisi lain, KSPI dan Partai Buruh menilai ini belum cukup untuk mengatasi tekanan inflasi dan biaya hidup yang terus naik. Dengan data BPS dan penekanan pada KHL, kenaikan upah ini jadi bahan pertimbangan kritis. Apakah pemerintah akan terus mengandalkan pendekatan
“insentif”
atau akhirnya memberikan upah yang sejalan dengan kebutuhan hidup sehari-hari? Masa depan upah buruh Jakarta jadi tergantung pada jawaban yang tepat.