Judul Section Utama
Nah, ada yang menarik soal upah minimum di Jakarta tahun 2026? Jika kota yang sering disebut sebagai pusat perekonomian Indonesia ini memberi upah lebih rendah dibanding daerah lain, apakah benar-benar selamat untuk para pekerja? Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh menolak kenaikan upah minimum provinsi DKI Jakarta yang ditetapkan menjadi Rp 5.729.876, dengan alasan yang cukup kuat. Tapi, apakah Anda pernah berpikir, mengapa upah di Jakarta bisa jadi lebih kecil dari daerah sekitarnya, padahal biaya hidup di sana jauh lebih tinggi?
Protes Pekerja: UMP Jakarta Tak Layak
KSPI dan Partai Buruh mengkritik keputusan Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung yang menetapkan UMP 2026 sebesar Rp 5,72 juta. Presiden KSPI, Said Iqbal, menjelaskan bahwa nilai ini justru lebih rendah dibanding upah minimum kabupaten Bekasi dan Karawang, Jawa Barat, yang mencapai sekitar Rp 5,95 juta.
“Kami menolak. Saya ulangi, KSPI dan Partai Buruh menolak kenaikan upah minimum DKI Jakarta Tahun 2026 yang ditetapkan dengan indeks 0,75 sehingga UMP-nya hanya Rp 5,73 juta,”
ujar Said dalam wawancara dengan wartawan Jumat (26/12/2025).
“Apakah masuk akal upah minimum Jakarta lebih rendah dari Bekasi dan Karawang, sementara biaya hidup Jakarta jauh lebih mahal?”
Kritik ini bukan semata-mata isu kecil. KSPI berargumen bahwa kenaikan UMP sebesar 6,17 persen, meski terdengar baik, justru tak cukup untuk menutupi kebutuhan hidup sehari-hari.
“Selisih Rp 160 ribu itu sangat berarti bagi buruh. Itu bisa untuk makan, transportasi, atau kebutuhan dasar lainnya,”
tambah Said, mengungkapkan bahwa perbedaan ini bisa mengganggu stabilitas ekonomi para pekerja.
Kutipan dari Data BPS: Biaya Hidup Jauh Lebih Mahal
Yang menarik, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa biaya hidup keluarga di Jakarta bisa mencapai sekitar Rp 15 juta per bulan untuk satu keluarga kecil. Sementara itu, UMP 100 persen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang disebut oleh Said Iqbal hanya Rp 5,89 juta.
“Bahkan sepertiga dari kebutuhan hidup riil di Jakarta saja tidak terpenuhi,”
kata Said, menyoroti perbedaan antara upah dan biaya hidup yang semakin melebar.
“Upah murah hanya akan memperdalam krisis daya beli dan mengganggu stabilitas sosial. Buruh tidak akan diam.”
KSPI memandang bahwa upah minimum yang ditetapkan saat ini bisa jadi memicu ketidakpuasan di kalangan buruh. Mereka juga mempertanyakan efektivitas insentif seperti transportasi, air bersih, dan BPJS yang disebut Gubernur sebagai bagian dari upah.
“Insentif tersebut bukan bagian dari upah, tidak diterima langsung oleh buruh, dan memiliki kuota terbatas karena bergantung pada APBD,”
jelas Said. Dengan jumlah buruh di Jakarta lebih dari satu juta orang, menurutnya, insentif tersebut tak mungkin menjangkau semua.
Langkah Hukum dan Aksi Massa
Sebagai respons atas keputusan tersebut, KSPI telah menyatakan akan menempuh langkah hukum ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Selain itu, mereka juga rencananya akan menggelar aksi unjuk kerja di Istana Negara dan Balai Kota DKI Jakarta. Aksi ini direncanakan berlangsung akhir Desember atau minggu pertama Januari 2026.
“Kami akan terus menuntut keadilan untuk para pekerja,”
tegas Said, yang menggambarkan ketegangan antara pemerintah dan kesejahteraan buruh.
Konflik ini justru menjadi cerminan dari ketimpangan ekonomi yang semakin mengemuka. Apakah upah minimum yang ditetapkan di Jakarta benar-benar sesuai dengan tingkat inflasi dan kenaikan biaya hidup? Atau justru menjadi bukti bahwa kebijakan upah di ibukota perlu dipertanyakan kembali. KSPI dan Partai Buruh menegaskan bahwa upah minimum bukan hanya angka, tapi representasi dari kesejahteraan rakyat yang layak. Mereka berharap keputusan tersebut bisa diubah, agar buruh Jakarta tidak terus menerus merasa terpinggirkan.